Minggu, 29 Desember 2024

Teknologi dalam Pendidikan Anak: Kawan atau Tantangan?

Hakikatnya teknologi ada untuk memudahkan kegiatan manusia, namun penggunaan teknologi tetap harus di bawah etika. Karena manusia punya peradaban sendiri yang harus dijunjung tinggi. Manusia walaupun makhluk sosial ia juga tetap makhluk individu. Manusia butuh privasi, iya juga butuh ruang untuk berinovasi sendiri, manusia butuh berinteraksi dengan manusia lainnya,  manusia butuh berinteraksi dengan Tuhannya. Maka dari itu etika penggunaan teknologi seharusnya sudah diketahui sejak awal sebelum manusia tersebut menggunakannya. Misal jika seorang anak menggunakan gadget atau handphone ataupun laptop dan sejenisnya. Idealnya orang tua sudah memberikan edukasi terkait etika penggunaan tersebut khususnya penggunaan yang berkaitan dengan gadget atau handphone atau laptop dan sejenisnya. Karena hal ini berkaitan dengan banyak hal termasuk keselamatan anak itu sendiri. 


Tidak sedikit kejahatan bermula dari interaksi media sosial yang pastinya itu menggunakan teknologi entah itu berupa gadget ataupun laptop dan sejenisnya. Dampak yang lain pun tidak sedikit jika kita tidak menggunakan etika penggunaan teknologi ini dengan baik. Dampak kesehatan, dampak pembentukan karakter diri, bahkan sampai ke dampak habit atau kebiasaan. 

Penggunaan teknologi untuk pendidikan anak sebaiknya di bawah pengawasan orang dewasa di sekitarnya misal jika penggunaan teknologi itu di rumah maka yang bertanggung jawab dalam pengawasan adalah orang tua. Sedangkan jika anak menggunakan teknologi di sekolah maka yang bertanggung jawab adalah guru atau pendidik di sana. Karenanya sangat memprihatinkan jika anak diminta membawa gadget atau pun laptop ke sekolah akan tetapi gurunya tidak mengambil peran untuk mengawasi penggunaannya. 

Demikian juga saat saat di rumah, ketika anak berinteraksi dengan teknologi baik itu gadget ataupun handphone ataupun laptop dan sejenisnya, sudah seharusnya orang tua memiliki kebijakan tentang penggunaan teknologi tersebut. Yang pastinya itu juga berlaku bagi orang tuanya. 

Jika digunakan sesuai dengan fungsinya. Dibatasi oleh etika penggunaan, maka Teknologi akan sangat membantu mengoptimalkan manusia dalam beraktivitas. Akan semakin banyak kebaikan yang dilakukan dalam satu hari, akan banyak tambahan ilmu yang didapat setiap hari, tim yang pasti akan semakin mudah untuk mengembangkan kecerdasan anak.

Oleh karena itu, pahamnya para orang tua dan pendidik atau guru tentang etika penggunaan teknologi khususnya untuk kegiatan sehari-hari sangat menentukan bagi pendidikan anak-anak. Dan itu artinya teknologi bisa jadi kawan atau lawan sesuai dengan bagaimana kita menggunakannya. 

Penulis 

Ratri Priyandewi 

Minggu, 10 November 2024

setengah isi setengah kosong

Pada Qur'an Surah An-Nisa (4:59)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan ulil amri di antara kamu. Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah)-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik dan lebih bagus akibatnya."

Begitu juga saat menuntut ilmu apalagi yang berkaitan dengan semua ibadah ibadah yang memang langsung pada Allah yaitu salat puasa membaca Alquran lebih amannya kita mengacu kepada Rasulullah. 
Jika kita tidak temui dalil yang menyebutkan akan ibadah tersebut maka sebaiknya tidak dilakukan. Misalnya tentang jumlah dzikir atau bacaan dzikir. Jumlah rakaat atau tata cara melakukan salat. Cara berpuasa atau waktu-waktu berpuasa. Karena hakikatnya nanti dekat dengan bidah sesuatu yang baru. Padahal untuk ibadah langsung kepada Allah itu kita tidak diperbolehkan mengarang sendiri atau tidak ada tuntunan dari Rasulullah. 
Contoh misalnya kemarin saat pengajian di arisan keluarga ustadznya mengajak untuk salat 50 rakaat salat tahajud. Jika kita tidak menemukan dalil yang sesuai dengan itu atau kita tidak pernah mendengar Rasulullah mencontohkan itu. Maka sebaiknya tidak dilakukan tapi lakukanlah yang Rasulullah contohkan. Rasulullah Saw salat tahajud dikatakan. 
“Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (tahajud) lebih dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadan maupun di luar Ramadan. Beliau melaksanakan shalat empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat lagi, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat (witir).”
— (HR. Bukhari No. 1147 dan Muslim No. 738)

Begitulah hendak nya kita saat menuntut ilmu yang lain, sebaiknya kita tidak seperti gelas yang kosong atau gelas yang penuh. Tapi lebih ke gelas yang setengah isi setengah kosong. Apa maksudnya? 
Maksudnya adalah kita hendaknya memfilter atau proscek terkait dengan sumber dari ilmu yang kita dapatkan itu. Jadi tidak langsung menerima dengan bulat-bulat. Tapi juga tidak menjadi sombong hingga tidak menerimanya langsung. 
Di situlah akal kita bermain, di situlah akal kita dipergunakan dalam menuntut ilmu. Dan dengan cara itu pula ilmu akan perlahan masuk pada diri kita Insya Allah. 

Fokus

  Mendengar yang tidak dikatakan, melihat apa yang tidak dilihat orang lain. Saya pernah mendengar pengalaman seseorang aktivis literasi yan...